Advertisemen
Istilah madani diartikan sebagai
"kota". Tetapi secara ilmu kebahasaan, perkataan madani itu
mengandung makna "peradaban". Dalam bahasa Arab,
"peradaban"memang dinyatakan dalam kata-kata "madaniyah"
atau "tamaddun", selain dalam kata-kata "hadharah". Dengan
demikian “madani”, “Madaniyah”, atau tamaddun adalah terma yang menunjuk kepada
peradaban.
Masyarakat madani dalam sejarahnya bukanlah suatu
konsep masyarakat yang tidak berpijak dan berjejak serta punya pengalaman. Di
belahan dunia barat menurut Hamid Mowlana (2010) mengatakan bahwa konsep
masyarakat madani, Civil sosity, memiliki sejarah yang panjang dan
hampir satu abad hanya terendap dalam sebuah lembaran-lembaran buku hingga pada
abad XIX gagasan masyarakat madani muncul dan menjadi frame of referens
untuk menganalisis perkembangan masnyarakat moderen eropa dan negara-negara
industri.
Masyarakat madani dalam dunia barat belakangan
ini telah beralih untuk disinonimkan dengan konsep demokrasi, sisi-sisi
pentingnya dapat terjabarkan dalam bentuk invidualisme, sekularisme, atau
pemisahan Negara, politik dan agama, kehidupan personal, pasar dalam penyediaan
(suplay) dan permintaan barang (demand), pluralisme serta pengejewantahan
perlbagai strata dalam masyarakat artinya bahwa masyarakat berbentuk dari ragam
strata.
berbagai dimensi dalam masyarakat madani yang
dicita-citakan barat tidak dapat di pungkiri pada faktanya telah terjadi
kontradiksi, seperti individualisme yang telah melahirkan kerakusan, perpecahan
masyarakat. Sisi lain invasi teknologi dan budaya telah menghilangkan
tapal-tapal personal, mekanisme pasar, peneyediaan (supplay) barang yang telah
diatur oleh sistem kapitalisme telah menciptakan monopoli ekonomi. Dengan
adanya kontradiksi ini sehingga dapat di katakan bahwa eropa telah gagal
menciptakan masyarakat madani secarah utuh.
Pada dasarnya dalam sejarah gagasan dan model
masyarakat madani jauh sebelum eropa moderen mencoba untuk menerapkanya
dalam dunia islam telah diwujudkan pada masa Rasulullah SAW di kota yang
sebelumnya bernama yastrib, dimana kota ini merupakan landasan dari hijrah
Rasulullah SAW dalam meletakkan sebuah model peradaban yang ditandai dengan
perubahan nama dari yastrib menjadi madina, senadah dengan itu Menurut
Nurcholish Madjid, perubahan nama dari Yastrib menjadi Madinah pada hakikatnya
adalah sebuah pernyataan niat atau proklamasi untuk mendirikan dan
membangun masyarakat berperadaban di kota itu. Di kota Madinah inilah Nabi
Muhammad SAW membangun masyarakat berperadaban berlandaskan ajaran Islam,
masyarakat yang bertaqwa kepada Tuhan Yang MahaEsa.
Di kota Madinah-lah, Nabi membangun masyarakat
berperadaban berlandaskan ajaran Islam, yang berlandaskan ketauhidan. Semangat
ketaqwaan yang dalam dimensi vertikal untuk menjamin hidup manusia, agar tidak
jatuh hina dan nista. Dari bangunan ketauhidan serta ketaqwaan yang kuat maka
prinsip masyarakat madani yang dibangun Nabi Muhammad dapat dijabarkan antara
lain :(1) egalitarianisme, (2) penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi
(bukan kesukuan, keturunan, ras, dan sebagainya), (3) keterbukaan partisipasi
seluruh anggota (masyakat aktif,) (4) penegakan hukum dan
keadilan,(5). toleransi dan pluralisme, (6). musyawarah
Masyarakat madani atau masyarakat
yang berperadaban adalah sebuah tatanan masyarakat yang wajib untuk diwujudkan
dalam tata kosmik sehingga dengan demikian sudah menjadi kewajiban pula bagi
kita semua untuk ikut serta terlibat dan mengambil peran secara bersama-sama
bagaimana masyarakat madani dapat terwujud di negeri kita ini.
Sejarah bangsa ini awal kemerdekaan terdapat sebuah kenyataan bahwa
pergumulan ideologi pernah terjadi terkait dengan penetuan dasar negara
akan tetapi semua dapat terselesaikan sehingga lahirlah sebuah landasan Negara
yang kemudian disebut sebagai pancasila yang menurut hemat kami bahwa muatan
dari pancasila merupakan konsep dan gagasan yang memiliki relevansi yang erat
dengan madani yang dicetuskan oleh rasulullah SAW.
Kehadairan Pancasila yang telah mewakili dan
menaungi perbedaan serta keragaman yang ada di bangsa ini sehingga dengan
demikian dapat dikatakan bahwa prinsip dasar masyarakat madani sudah ada dalam
negara Indonesia walaupun dalam kenyataannya dalam masyarakat Indonesia baik
elit maupun rakyat biasa masih sering menodai dasar negara dengan sikap
kelompok atau komunitas tertentu, misalnya dapat kita saksikan bagaimana
kekerasan terjadi pada kelompok minoritas oleh kelompok mayoritas. Pengakuan
akan hak-hak minoritas dalam negeri belum teraktual secarah menyuluruh.
Disis lain keadilan sosial dari segi ekonomi dan
politik sebagai salah satu prinsip dasar terciptanya masyarakat madani
pun masih jauh untuk terealisaikan di negeri ini, hal ini dapat dilihat
struktur sosial yang ada nampak jelas sebuah jarak yang mengangah antara yang
kaya dan miskin. Pemerintah sebagai “jembatan” antara kepentingan rakyat juga
tetap belum menujukkan keberpihakan secara adil dan menyuluh kepada rakyat
Indonesia hal ini dapat kita cermati dengan kebijakan-kebijakan pemerintah
tidak menyentuh secarah real masyarakat.
Menurut Nurcholish Madjid, Masyarakat
berperadaban atau masyarakat madani tak akan terwujud jika hukum tidak
ditegakkan dengan adil, yang dimulai dengan ketulusan komitmen pribadi. Masyarakat
berperadaban memerlukan adanya pribadi-pribadi yang dengan tulus mengikatkan
jiwanya kepasda wawasan keadilan. Ketulusan ikatan jiwa itu terwujud hanya jika
orang bersangkutan ber-iman, percaya dan mempercayai, dan menaruh kepercayaan
kepada Tuhan, dalam suatu keimanan etis, artinya keimanan bahwa Tuhan
menghendaki kebaikan dan menuntut tindakan kebaikan manusia kepada sesamanya.
Dan tindakan kebaikan kepada sesama manusia harus didahului dengan diri sendiri
menempuh hidup.
Dalam konteks Indonesia penegakkan hukum masih jauh
dari harapan. Para pelaku hukum masih terlibat dengan penodaaan-penodaan hukum
dan bahkan hukum dinegeri ini terkadang hanya menjadi mainan bagi orang yang
memiliki kekuasaan sehingga tidak salah kemudian jika santer terdengar bahwa
Negara ini merupakan gudannya mafia hukum dengan kata lain Negara dalam hal ini
pemerintah tidak mampu menjadi “media” dalam menerapkan prinsip-prinsip madani.
Dalam kondisi demikian maka diperlukan pribadi-pribadi yang tulus dengan
penuh keimanan kepada Tuhan bahwa penegakkan hukum merupakan sesuatu yang wajib
dilakukan bagi pelaku hukum karena merupakan amanah yang memiliki kosekwensi
eskatologis, penegakkan hukum dan keadilan lanjut Nurcholish Madjid, mengatakan
bahwa tetapi, tak hanya perlu kepada komitmen-komeitmen pribadi. Komitmen
pribadi yang menyatakan diri dalam bentuk "itikad baik", memang
mutlak diperlukan sebagai pijakan moral dan etika dalam masyarakat. Sebab,
bukankah masyarakat adalah jumlah keseluruhan pribadi para anggotanya? Apalagi
tentang para pemimpin masyarakat atau public figure,
maka kebaikan itikad itu lebih-lebih lagi dituntut, dengan menelusuri masa lalu
sang calon pemimpin, baik bagi dirinya sendiri maupun mungkin keluarganya.
Karena itu, di banyak negara, seorang calon pemimpin formal harus mempunyai
catatan perjalanan hidup yang baik melalui pengujian, bukan oleh perorangan
atau kelembagaan, tetapi oleh masyarakat luas, dalam suasana kebebasan yang
menjamin kejujuran.
(Asran Salam, Senior HMI Cabang Makassar)
(Asran Salam, Senior HMI Cabang Makassar)