Advertisemen
Jika Descartes mengatakan "aku berpikir maka aku ada"(cogito ergo sum),
Karl Marx mengatakan "aku bekerja maka aku ada"(ego operor ergo sum),
Maka Saya Katakan "Aku membaca maka aku ada"(Lego ergo sum)
Karl Marx mengatakan "aku bekerja maka aku ada"(ego operor ergo sum),
Maka Saya Katakan "Aku membaca maka aku ada"(Lego ergo sum)
Berbicara tentang buku, kekuataannya
atau pengaruhnya langsung mengelana ingatanku kembali ke masa beberapa
tahun silam ketika aku masih SD
di SDN 2 Mawasangka Kabupaten Buton Propinsi Sultra. Buku bukan sesuatu
yang asing di keluargaku. Ayah-Ibuku juga
kakak-kakakku adalah pecinta, sebut penggila, buku. Novel, majalah,
buku-buku sejarah, apapun termasuk koran bekas sisa bungkus nasi atau
makanan akan kami lahap.
Saat Saya SD, kegemaran terhadap
membaca mulai tumbuh. Setelah melihat kakak saya yang selalu membaca
buku dan menghafal nama-nama tempat, ibukota, mata uang dll (IPS).
Perasaan saya yang tadinya tidak ingin membaca tiba-tiba terdorong untuk
membaca buku. Awalnya saya membaca secara serius buku kakak saya itu.
Bahkan karena saking seringnya saya membaca bukunya, membuat ia jadi
sebal pada saya. Mungkin karena yang saya baca itu adalah buku
kesukaannya. "mari bukuku itu" dia bilang begitu sama
saya.Sehingga kami 'baku tarik-tarik buku' (dalam bahasa kami). Ayah
kami pun datang, sambil melerai kami. Ayah kemudian mengatakan pada
saya, " nak nanti aku belikan kamu buku," Mendengar penuturan ayah saya
itu, hatiku merasa senang. Akhirnya saya pun berdamai dengan kakak saya.
Seminggu kemudian buku yang dibeli ayah sudah ada ditanganku. Beberapa hari setelah itu, ayah kami bertanya soal "nama-nama ibukota" kepada kami. Tanpa berpikir panjang, setiap pertanyaannya itu saya jawab dan semuanya benar, tanpa memberikan waktu pada kakak saya untuk menjawab. Ayah kami kaget dengan jawaban spontan saya itu. Bahkan kakak saya pun demikian. Apalagi saya,(saya bicara dalam hati).
Seminggu kemudian buku yang dibeli ayah sudah ada ditanganku. Beberapa hari setelah itu, ayah kami bertanya soal "nama-nama ibukota" kepada kami. Tanpa berpikir panjang, setiap pertanyaannya itu saya jawab dan semuanya benar, tanpa memberikan waktu pada kakak saya untuk menjawab. Ayah kami kaget dengan jawaban spontan saya itu. Bahkan kakak saya pun demikian. Apalagi saya,(saya bicara dalam hati).
Ketika televisi menyuguhkan tontonan atau berita yang bukan hanya tidak
mendidik tapi juga kadang justru memperparah suatu keadaan, buku dengan
kekuatannya mampu membawaku ke tempat yang bukan hanya menenangkan tapi
juga memberi harapan. Membaca buku mampu menanamkan keyakinan di
kepalaku bahwa selama mau berpikir, mau berusaha, mau membaca, mimpi
bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan.
Perpustakaan merupakan salah satu wadah dimana buku berada. Namun ironis, menurut Prof.Dr. Ing. Fahmi Amhar, saat ini kebanyakan perpustakaan yang lazim dikenal barangkali cuma perpustakaan sekolah atau kampus. Orang ke sana karena ada tugas dari dosen dan harus mencari literatur. Selain itu karena ingin belajar pada suasana yang nyaman, sambil sekali-sekali membaca koran hari itu. Jarang orang datang ke perpustakaan, apalagi perpustakaan non kampus, untuk membaca buku-buku bermutu yang ada di dalamnya. Perpustakaan menjadi tempat yang sepi, agak berdebu dan “angker”. Hanya peneliti yang memerlukan singgah ke sana. Para penjaganya juga kesepian, sehingga ada perpustakaan yang buka hanya kalau ada permintaan saja.
Bisa dibayangkan berapa kali lipat perbandingannya yang membaca buku di perpustakaan dengan yang shoping di mall!!! kalau bukan ironis, apalagi namanya,,,?
Perpustakaan merupakan salah satu wadah dimana buku berada. Namun ironis, menurut Prof.Dr. Ing. Fahmi Amhar, saat ini kebanyakan perpustakaan yang lazim dikenal barangkali cuma perpustakaan sekolah atau kampus. Orang ke sana karena ada tugas dari dosen dan harus mencari literatur. Selain itu karena ingin belajar pada suasana yang nyaman, sambil sekali-sekali membaca koran hari itu. Jarang orang datang ke perpustakaan, apalagi perpustakaan non kampus, untuk membaca buku-buku bermutu yang ada di dalamnya. Perpustakaan menjadi tempat yang sepi, agak berdebu dan “angker”. Hanya peneliti yang memerlukan singgah ke sana. Para penjaganya juga kesepian, sehingga ada perpustakaan yang buka hanya kalau ada permintaan saja.
Bisa dibayangkan berapa kali lipat perbandingannya yang membaca buku di perpustakaan dengan yang shoping di mall!!! kalau bukan ironis, apalagi namanya,,,?
Padahal
Sejarah Mencatat bahwa kesuksesan seseorang atau peradaban yang besar
tidak lepas dari apa yang dinamakan buku. Peradaban Islam contohnya. para pendahalu-pendahulu kita itu
begitu gemilang menciptakan peradaban yang sampai kini kita mampu
mencerahkan dunia. Alkindi, Al Farabi, Ibnu Arabi, Ibnu Sina, Al
Ghazali, Ibnu Rusyd, Mulla Sadra, dll merupakan tokoh-tokoh yang gemar
membaca, mengoleksi buku-buku dan mampu mengubah dunia. bukan saja dunia mereka, tapi juga dunia secara umum.
Mungkin bagi dunia, mereka hanyalah seseorang, tapi seseorang mereka adalah dunianya.
Bagaimana dengan shopping? Saya kurang tahu juga kalau shoping di mall itu dapat menciptakan peradaban yang besar. Mungkin saja iya, tapi peradaban yang menciptakan generasi sampah atau sampah peradaban(asfaal safiliin).
Mungkin bagi dunia, mereka hanyalah seseorang, tapi seseorang mereka adalah dunianya.
Bagaimana dengan shopping? Saya kurang tahu juga kalau shoping di mall itu dapat menciptakan peradaban yang besar. Mungkin saja iya, tapi peradaban yang menciptakan generasi sampah atau sampah peradaban(asfaal safiliin).
Intinya adalah bagaimana kemudian budaya positif dan konstruktif yang telah dikontruk oleh founding father kita tersebut dapat kita petik hikmah. Bukan Nabi SAW pernah berpesan, " Ambillah hikmah darimana pun asalnya, karena hikmah adalah sesuatu yang hilang dari kaum mukmin". Termasuk hikmah dari tulisan ini.
Jika Descartes mengatakan "aku berpikir maka aku ada"(cogito ergo sum),
Karl Marx mengatakan "aku bekerja maka aku ada"(ego operor ergo sum),
Maka Saya Katakan "Aku membaca maka aku ada"(Lego ergo sum)
Buku adalah hasil pikiran manusia, salah satu bukti eksistensi manusia di dunia. Maka jika Rene Descartes berkata aku berpikir maka aku ada, Karl Marx berkata Aku bekerja maka aku ada , bagiku ini hampir seperti ajakan mari membaca dan rubahlah dunia. Mulai dengan memilih buku, bacaan, dan biarkan otak kita mengelana, menemukan pikiran-pikiran baru, pikiran-pikiran besar. Semakin banyak dan bermacam yang dibaca tentu lebih baik karena akan membuka wawasan kita. Buku mampu mempengaruhi dunia, membaca bisa mengubah dunia, kurasa tidak berlebihan. Aku sudah membuktikannya. Buku telah berhasil mempengaruhi, mengubah duniaku. Membuatku menemukan dunia-dunia lain, melihat dunia yang dalam kehidupan nyata belum pernah kutemui. "Aku membaca maka aku ada"? Iya.
Episode 02 klik disini https://edukasi.kompasiana.com/2012/04/29/refleksi-hari-buku-sedunia-%E2%80%9Cpengadaan-buku-sebuah-keharusan%E2%80%9D/