Membedah Pemikiran Sun Tzu dalam Buku “Strategi Pengecut Sun Tzu” Karangan Stanley Bing

Advertisemen


 



Saat musuh dekat dan diam, dia mengandalkan kondisi daerah yang curam.
saat musuh jauh dan memancing serangan, dia berharap pihak lawan maju,dia menempati daerah datar dan posisinya menguntungkan.
(Sun Tzu)

Dalam buku ini Stanley Bing menguraikan gagasan-gagasan praktis atau strategi perang sang ahli perang china Sun Tzu yang telah terbukti sejak ribuan tahun silam. Secara lebih mendalam kita pun menemukan adanya perbedaan antara Stanley Bing dan Sun Tzu erat kaitannya soal strategi perang. Meskipun perbedaannya tidak substansial. Karena sesungguhnya Stanley Bing sebagai penulis buku ini sekaligus pengagum Sun Tzu hanya mengkontekskan starategi perang Sun Tzu kedalam konteks modern saat ini, terutama dalam dunia bisnis, perkantoran dan sebagainya. 


Jika pada zamannya, Sun Tzu berkata bahwa pejuang terbaik adalah mereka yang cukup siap, cukup kuat dan cukup bijaksana untuk sama sekali tidak bertempur. Bagi Stanley Bing, itu adalah strategi yang amat disayangkan, terbukti tidak berguna dan berbahaya, serta menguntungkan mereka yang pekerjaannya memerintahkan orang lain untuk maju berperang, sementara mereka sendiri duduk dipuncak bukit dalam jarak yang aman sambil makan-makan. 
Menurut Bing, zaman dulu dan zaman sekarang adalah dua hal yang berbeda. Sehingga strategi yang dipakai dulu dan sekarang pun mestinya berbeda. Hal ini mengingat strategi adalah sifatnya menyesuaikan dengan konteks zamannya. Maka, maklum dalam pembacaan Bing yang bukan menyalahkan strategi Sun Tzu, akan tetapi ia hanya ingin mengkontekskan sebagaimana realitas zaman sekarang yang menuntut strategi perang dalam cakupan masing masing bidang. “Mentranformasi strategi kedalam dunia pekerjaan kita adalah sebuahkeniscayaan jika kita mau menang dalam dunia pekerjaan kita. Begitu kata Stanley Bing.

Itu berarti bahwa Bing sangat mengagumi strategi Sun Tzu. Sebenarnya bukan saja dia, tapi kebanyakan orang pun menganggap strategi Sun Tzu menarik. Mengapa bisa? Tentu saja bisa. Bing punya jawabannya:


“bagi saya ajaran Sun Tzu sama mudahnya dimengerti seperti manual yang kita peroleh saat membeli barang eropa timur”. (hal. XVI).

Ada banyak buku yang menulis tentang strategi perang Sun Tzu selain buku ini, namun dalam buku ini, Bing menekankan satu ciri khas Sun Tzu yang baginya mungkin semua sepakat bahwa pada setiap Kaisar manapun yang ia (Sun Tzu) bantu, tak pernah mengenakan “baju perangnya”. Atau dengan kata lain, hanya duduk-duduk dipuncak bukit dalam posisi aman sambil makan-makan.


Berperang yang sesungguhnya adalah mengibarkan panji peperangan dan menikmati pampasan perang di tempat kita bekerja. Pertanyaannya,   Apakah kita mesti tidak mengenakan “baju perang” sebagaimana Sun Tzu pada zamannya? Tidak. Sekali lagi, Bing hanya ingin mengkontekskan strategi tersebut dalam dunia sekarang. Baginya, justru Kita mesti mengenakan baju perang tersebut jika ingin menikmati pampasan perang sebagai hasil jerih payah kita.  Tanpa mengenakan baju perang atau dengan kata lain hanya duduk-duduk mencari posisi aman, malah bakal membuat kita kalah dalam pertarungan.
Panjang lebar yang dipaparkan oleh Stanley Bing dalam buku ini. Namun Secara pemikiran, Saya melihat Bing adalah sosok yang memandang segalanya adalah konflik apakah aku yang menang dan kau yang kalah, ataukah sebaliknya kau yang menang dan aku yang kalah, tergantung strategi yang digunakan. Hemat saya, sosok Bing cenderung melihat dunia ini terkesan hanya sebatas sebuah dimensi atau sebuah tempat dimana kita mesti berperang untuk menang dan menikmati pampasan perang, jika tidak mau dikalahkan.

Perlahan tapi pasti, antara Sun Tzu sebagai tokoh kharismatik yang menjadi ruh strategi perang dalam buku ini dan Stanley Bing sebagai penulis sekaligus pengagum Sun Tzu merupakan dua tokoh yang memandang dunia, baik pada zaman dulu (ketika zaman kekaisaran) maupun zaman sekarang (bisnis, perkatoran dan lain-lain) adalah zaman yang sama. Yaitu sama-sama menuntut kita untuk selalu menang jika tak mau dikalahkan secara konyol. Pandangan dunia semacam ini mengingatkan saya dengan “Hukum Rimba”, siapa yang kuat, maka dialah yang akan hidup.

Meskipun demikian, saya tidak sepenuhnya menyalahkan kedua sosok ahli strategi diatas, baik Sun Tzu maupun Stanley Bing, karena saya tahu bahwa ada hal positif dari mereka yang menjadi sebuah pelajaran bagi siapa saja yang mau mencari hikmah di balik realitas.
Ada sebuah pertanyaan besar yang dinanti-nanti (muntazaar). Pelajaran apa yang bisa dipetik dari buku ini? Lantas apakah strategi Sun Tzu yang diramu dengan cantik oleh Santley Bing dalam buku ini, akan kian memantapkan cita-cita anda secara ideologis di zaman sekarang ini, terutama di dunia tempat anda bekerja atau seperti apa? 
Jawabannya sederhana:




“ Baca bukunya ‘Strategi Pengecut Sun Tzu’, atau
bisa langsung anda temui Bung Philo,
 anda akan menemukan jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan yang membahana benak anda”   hehehe

Kendari, 22 Desember 2012


Philo
(Sun Tzu’s Lover)

Advertisemen