Advertisemen
Sokrates, seorang filsuf asal Yunani yang juga turut memberi kontribusi bagi pendidikan |
Pendidikan adalah suatu sarana yang digunakan untuk mencari kebenaran. Sedangkan metode-nya adalah dialektika.
Dia percaya bahwa Penjaga kota (apakah itu wali intelektual atau wali militer) harus dididik. Gangguan, atau ketertiban, dalam jiwa para wali berasal dari pendidikan yang mereka terima. Gangguan ini dalam jiwa mereka adalah sumber ketidakadilan dalam masyarakat.
Setelah mengakui bahwa pria secara fisik lebih kuat daripada wanita, ia menunjukkan bahwa wanita setara dalam kemampuan penalaran mereka dan harus mampu melakukan tugas yang sama dalam masyarakat sebagai pria. Oleh karena itu, mereka harus menerima jenis pendidikan yang sama.
Dia membagi pendidikan menjadi musik dan senam dan menjelaskan bahwa mata pelajaran yang berhubungan dengan musik mengembangkan jiwa dan subjek yang berhubungan dengan senam mengembangkan tubuh. Namun, dia menjelaskan bahwa kita harus memahami bahwa senam mengembangkan jiwa dalam beberapa hal juga.
Bermain olahraga mengajarkan kita kebajikan seperti ketekunan dan keadilan. Selain itu, Sokrates menjelaskan bahwa anak-anak muda harus dipikirkan melalui bermain daripada pendidikan formal.
Sokrates juga percaya bahwa kita harus menyaring apa yang diajarkan kepada para filsuf muda. Ketika mereka masih muda, siswa belajar mitos tentang dewa dan kejahatan yang mereka lakukan. Sokrates percaya bahwa cerita semacam ini membantu gangguan memasuki jiwa anak-anak muda. Mereka harus menceritakan kisah-kisah yang mengajarkan bahwa para dewa hanya melakukan kebaikan dan tidak pernah melakukan kejahatan.
Definisi/Pengertian Pendidikan lain dapat dilihat di 50 Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli dan Referensi-nya.
Referensi Luar
- K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani,Kanisius: 1999
- https://blogs.commons.georgetown.edu/voke-philofeducation/2011/12/05/socrates-view-of-education/