Advertisemen
Ilustrasi : SIAPA PELAYAN DAN SIAPA YANG MELAYANI? - Sumber foto : Mediakairos |
PHYLO POST, KENDARI - Beberapa bulan lagi hiruk pikuk pesta demokrasi atau pemilihan umum akan segera berlangsung, baik itu Pilpres, Pileg, Pilgub, Pilwali, hingga Pilkades. Jangan sekali-kali mengatakan bahwa kedaulatan itu ada di tangan Kami. Pada masa-masa pemilu seolah-olah kalian mau berbuat apa saja demi mendapatkan suara Kami. Kalian mengatakan suara rakyat adalah suara tuhan.
Kalian berkunjung ke pasar dan bertanya ini-itu, layaknya kalian akan memperhatikan nasib kami para pedagang. Di gubuk kami yang becek dan reot kalian duduk bercengkrama dan melempar canda tawa yang hendak mencairkan batas. Sudah barang tentu ada batasan di antara kalian dengan kami: busana yang rapi itu berbeda dengan baju kami yang apa adanya. Wajah dan muka bersih kalian tentu beda dengan muka kami yang penuh dengan peluh keringat. Bau harum dari parfum tentu beda dengan bedak kami yang memenuhi wajah. Dan yang pasti rezeki yang kalian terima berbeda dengan apa yang kami dapatkan. Pendapatan kalian yang berasal dari sana-sini sangat berbeda dengan sumber pendapatan kami yang kadang terancam oleh kebijakan kalian.
Belum hilang kaos oblong bergambar dirimu kami pakai, tapi nasib kami sudah kalian campakkan. Malam lebaran tahun kemarin begitu teganya kalian gusur kami yang sedang pulang mudik. Di hari yang lain kalian begitu tega membuat aturan kalau kami menarik becak tidak boleh melewati beberapa ruas jalan tertentu.
Di waktu yang lain kalian beri kami uang dan beasiswa sekaligus kalian naikkan harga banyak barang dan biaya perkuliahan. Hanya dengan kebijakan sepele-ini menurut kalian-menaikan harga BBM, kami sudah begitu sulit membayar uang perkuliahan yang semakin hari semakin melosot tinggi.
Adapun Kami para nelayan yang mencari ikan dilaut dengan mengorbankan nyawa kami untuk melawan tingginya ombak dan badai meninggalkan istri dan anak dirumah, untuk mendapat sesuap nasi. Hanya dengan mengatakan beras boleh impor maka kami para petani seperti kena pukulan keras. Menjadi petani itu sunggulah berat tapi jauh lebih berat ketika beras kami, kalian saingkan dengan beras luar negeri. Sungguh ironis nasib kami!
Terus terang, kadang kami ingin bertanya pada kalian yang duduk di kursi kekuasaan baik legislatif maupun eksekutif. Apa yang kalian inginkan dari rakyat (yang mungkin) bodoh seperti kami. Ketaatan sudah kami berikan pada kalian. Tak pernah sekalipun kami "alpa" membayar pajak, tak pernah kami berfikir ingin menegakkan negeri sendiri, hingga tak sempat kami berfikir untuk merampok rumah-rumah megah kalian.
Jika kami ingin berandai-andai, mungkin kalian menginginkan kami jadi rakyat yang: patuh dan percaya atas janji-janji surga kuping yang kalian omongkan. Ingatlah...bahwa salah seorang yang tak akan diampuni dan dilihat Allah dengan pandangan Rahmat pada hari kiamat adalah Raja dan Pendusta (HR. Muslim).
Jika kalian bilang bahwa kenaikan harga BBM itu demi kesejahteraan rakyat jangka panjang, maka kami harusnya percaya sepenuhnya. Jika kalian bilang bahwa kenaikan harga BBM itu untuk mengalihkan subsidi dari orang kaya kepada mereka yang berhak, mestinya kami langsung yakin bahwa itu bukan pernyataan yang bohong.
Seharusnya sumber daya alam atau kekayaan negara seperti Bahan Bakar Minyak dipergunakan dan dikelola oleh negara dengan sebaik-baiknya untuk mensejahterakan semua elemen masyarakat. Kalau kalian kemudian mengatakan bahwa semua masalah bisa kita atasi, kalau kita mau berkorban; mestinya kami mengangguk setuju.
Di satu sisi kami melihat kalian melenggak lenggok mengatakan akan memperjuangkan aspirasi kami. Apakah kalian tidak tahu bahwa kalian awalnya dulu berasal dari rakyat. Setelah itu pun kalian akan kembali ke rakyat. Betapa sedih lagi, kami melihat kalian di kursi panas sana, melakukan hal-hal yang tidak bermoral, memperlihatkan dan mempertontonkan akting kalian yang berlagak seperti pahlawan di depan kami. Kami berfikir sulitnya mencari seorang pemimpin yang ideal buat kami. Apalagi kalau kalian katakan bahwa wabah penyakit yang kini sedang menjalar sedang kalian atasi. Mestinya kami dengan girang menyambut dengan kata-kata: setuju, baik, sipp!
Wahai Saudaraku yang duduk di kursi kekuasaan, mungkin yang kalian tetapkan (aturan) tidak berbuah protes. Kalian mungkin punya kepintaran yang jauh diatas rata-rata kami, sehingga apa yang bagi kami merupakan ancaman, mungkin buat kalian itu sesungguhnya merupakan pemecahan masalah.
Tidak heran jika kami sering dibuat kagum sekaligus heran dengan perbuatan kalian. Gerombolan anggota parlemen yang penuh kehormatan menaikkan gajinya dengan alasan yang simple, untuk meningkatkan kualitas dan dedikasi kerja. Perjalanan dinas dan studi banding yang fiktif ke luar negeri yang sering kalian lakukan dengan sanak keluarga.
Kalau kami bilang itu suap, dan itu merupakan hal-hal yang sia-sia yang cukup mubazir bagi kami dan juga merupakan suatu kebohongan. Bisa saja kalian menuduh kami sebagai orang yang sengaja ingin menghasut dan mencemarkan nama baik. Padahal kami tahu dan juga diberitahu, kalau di rapat kalian juga jarang yang datang dan sedikit sekali peraturan perundang-undangan yang membela kami, kalian keluarkan. Kalian lebih mengutamakan kepentingan partai politik kalian diatas kepentingan kami masyarakat. Pe-nomordua-an itu kalian lakukan setelah memperdaya kami.
Di partai yang isinya orang-orang bermuka soleh, keadaannya lebih buram. Protes sana-sini tapi kemudian di ujung pentas mengatakan memberi dukungan penuh pada penguasa. Tak hanya itu, seorang pemukanya bahkan berkunjung ke istana sang penguasa untuk menyatakan sikap dukungan. Untung kami kemudian masih percaya bahwa jenis-jenis "kesalehan palsu" macam beginian memang lagi “pasaran” atau lagi nge-tren.
Politik balas budi yang kalian lakukan setelah terpilih nanti, belum lagi Nepotisme merajalela dimana-mana. Beberapa instansi pemerintahan dan parlementer menggunakan tak jarang kalian gunakan "sistem dinasti kekuasaan". Tidak mengherankan pula kalau selama ini system demokrasi yang kita anut merupakan system politik yang segala sesuatu dilakukan dengan uang. Betapa tidak, miliyaran rupiah kalian "bayar parpol" untuk mendukung kalian. Padahal itu merupakan uang panas yang kalian korupsi selama ini. Penguasa paham betul dengan pepatah, "anjing menggongong kafilah tetap berlalu". Kadang "menipu" itu pekerjaan yang sederhana. tapi jadi memalukan kalau itu dilakukan dengan cara yang naif.
Duhai Wakil Rakyat dan Para Penguasa yang duduk dimana-mana. Kami itu sering bertanya ketika kalian bertemu dengan kami yang miskin, tersudut dan terpinggirkan. Apa sesungguhnya kalian pikirkan tentang kami. Jika kalian dengan baju yang bersih kemudian melakukan ibadah dan berdoa, sungguh aku ingin tahu doa apa yang kalian panjatkan kehadapan Tuhan.
Jika kalian pulang kerumah dan bertemu dengan keluarga kalian, apa yang sempat kalian bincangkan. Kami pun tahu betapa bangganya anak-istri kalian dengan posisi yang kalian punyai. Padahal, itu merupakan suatu amanah yang besar dan konsekuensi-nya di hari kemudian kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
Meluasnya tanggung jawab kepemimpinan, cendekiawan dan seorang intelektual ini pun mengakibatkan bertambahnya tanggung jawab yang harus dipikul seorang umat yang beriman di hadapan Allah SWT. Ia tidak hanya akan ditanya bagaimana ia menghidupi dirinya, namun juga ditanya bagaimana ia menghidupi umat yang dipimpinnya. Pertanggungjawaban ini mencerminkan bahwa seorang pemimpin, cendikiawan dan intelektual lebih memiliki kemungkinan lebih besar untuk terjerumus kedalam neraka jahanam kelak. "Rendah hatilah dan jangan menyombongkan diri serta menganiaya orang lain "(HR. Muslim).
Rasa benci yang ditimbulkan oleh diri kita sendiri, buanglah jauh-jauh sehingga menjaga dan saling mengingatkan pemimpin-pemimpin yang telah kita beri amanah, menjadi kewajiban mutlak bagi tiap manusia. Konsep kepemimpinan islam sebagai instrument kelembagaan, dalam kenyataannya, mempunyai tugas yang sama dengan tugas-tugas setiap mu’min yakni amar ma’ruf nahi mungkar. Dengan demikian, antara institusi ke-khalifah-an dengan individu-individu mukmin adalah koheran dalam mengembang tugas-tugas keumatan. Oleh kerena itu keberadaan kepemimpinan islam, bagi umatnya merupakan interpedensi dan koeksistensi. Hal ini menjadi citra utama keberadaan jama’ah dan kekhalifahan islam yang per excellent sempurna, yang termanifestasikan pada masa kepemerintahan nabi Muhammad SAW.
Kedudukan sang wakil rakyat dan penguasa merupakan posisi yang membuat mereka dapat hidup dirumah yang luas, ditengah banyak rumah yang kena "bencana" tiap kali iklim berubah. Hidup ditengah berbagai fasilitas negara yang menanggung semua kebutuhan istri-anak kalian, ditengah banyak keluarga yang untuk makan sehari-hari pun mengalami kesusahan. Itu sebabnya kami kemudian maklum kalau banyak di antara kalian merayakan hari pernikahan anak dan keluarga kalian dengan megah dan mewah. Pesta pernikahan sama halnya dengan "pameran kemegahan". Itu juga yang membuat kami maklum, kalau kalian kemudian selalu memboyong anak-istri ketika melakukan lawatan ke luar kota atau luar negeri. Mereka berhak mencicipi kekuasaan yang kalian dapatkan, bahkan mempunyai hak untuk menggunakan fasilitas yang kalian pakai. Nikmat memang memiliki kekuasaan yang tak semua orang bias menyentuh dan merasakannya!
Kadang dalam bilik kepala kami yang kecil ini muncul pertanyaan: Mengapa rakyat selalu saja tidak pernah percaya dengan keputusan yang kalian ambil? Padahal pidato dan retorika yang kalian sampaikan penuh dengan ucapan meyakinkan. Tak jarang "ekspresi tubuh" yang kalian kesan-kan itu dibuat seolah sangat serius atau benar. Tak jarang kalian peluk kami dan mengatakan bahwa, ‘Kami tahu apa yang kamu rasakan’ Terharu kami menyaksikan adegan itu, dan biasanya kamera televisi mengambil sudut gambar yang selalu tepat!
Kekuasaan memang merupakan panggung yang lebih baik dijalankan dengan seni peran dan akting ketimbang dengan tindakan-tindakan yang nyata. Karena berupa panggung, maka yang dibutuhkan kadang bukan kejujuran tapi kepintaran untuk meyakinkan penonton.
Bahwa apa yang sedang kalian pura-pura-kan, dibuat seolah-olah sebagai adegan yang sungguh-sungguh. Jika dibilang semua pelaku korupsi akan ditindak tegas dan akan dimulai dari "rumah sendiri" (internal) itu sama halnya dengan mengatakan bahwa korupsi itu ada dimana-mana. Dan betapa susahnya itu diberantas karena korupsi ada di sekitar rumah kediaman kita sendiri.
Jika dibilang pelaku pembunuhan atas para aktivis HAM seperti mendiang Munir yang engkau rekayasa akan diusut, itu sama halnya dengan mengatakan kalau kita tidak akan mencari dalang yang sebenarnya, karena yang bisa diusut adalah mereka yang sudah terlanjur diberitakan di media massa. Kita maklum karena kematian aktivis HAM sesungguhnya menguntungkan kalian terutama ketika tak ada lagi suara protes yang akan muncul pada tiap kebijakan keamanan yang kalian ambil.
Ketika Semua Diukur Dengan "UANG"
Kami tahu kalau kekuasaan memerlukan prosedur dan hukum. Tak mesti kalian kebal hukum atau semrawut. Prosedur telah membuat segala hal yang rumit jadi lebih rumit dan berbelit-belit. Dibilang bahwa setiap pengurusan Kartu Keluarga, KTP, dan dokumen pencatatan sipil lainnya adalah GRATIS. Namun kenyataannya Rakyat mengeluh karena tidak kepastian waktu kapan jadinya. Rakyat juga terheran-heran dengan fenomena kalau dengan "uang atau fulus semua jadi lancar. Lalu apa artinya slogan yang katanya GRATIS itu.
Ditiap pemilihan umum, Kalian mengajak Kami untuk berbuat dosa dengan cara Kami "disuap". Kami kalian didik menjadi "pendosa", dengan cara membagi-bagikan uang dengan bertopengkan "adat" untuk dapat dibenarkan. Dan kalian latih Kami untuk membenci sesamanya ketika terjadi perbedaan pilihan politik. Kami sadar kemampuan kami hanya menggerutu dan kesal. Sesudahnya kami tak bisa apa-apa.
Melalui tulisan saya inilah saya dan rakyat berjuang, saya dan seluruh rakyat hanya bisa berandai-andai. Apa betul Bung Karno, Bung Hatta, BUng Sjahrir, Haji Agus Salim, Tan Malaka, Moh Natsir dan pejuang serta perintis kemerdekaan yang lain dulunya hidup semewah kalian? Dalam kisah sejarah kami diberitahukan, ternyata kalau Haji Agus Salim rumahnya sederhana bahkan mengontrak sana-sini. Tokoh proklamator Hatta konon tak bisa membayar listrik karena hidupnya yang bersih dan apa adanya. Bung Karno yang sangat berjasa dalam menemukan Pancasila bahkan meninggal dunia dalam keadaan yang sangat sederhana dan sendirian. Kami tertegun dan apresiasi jasa para pemimpin ini yang bernama Tan Malaka. Ia Hidup di tengah kaum buruh, meski kemudian menyandang penyakit TBC. Fantastis sekali moral mereka dan itu sebabnya mereka mampu dengan gagah berani berhadapan dengan negeri-negeri penjajah.
Pikiran yang melampaui zaman telah membuat bangsa ini dulunya punya martabat di pergaulan internasional. Andaikan saja mereka masih hidup dan memimpin negeri ini, pastilah kami percaya yang kami miliki saat ini bukan Penguasa tapi PELAYAN RAKYAT. Yang kami butuhkan pelayan rakyat yang tahu bagaimana menghormati, menghargai dan merasakan apa yang kami derita. Sungguh jika kami boleh meminta sebuah keajaiban, kami minta agar para penguasa yang duduk dikursi kekuasaan sekarang ini, bisa dibawah ke masa lampau dan menyaksikan kehidupan para perintis bangsa ini. Setidak-tidaknya atas apa yang kini sedang mereka kerjakan.
Kami membayangkan suatu saat nanti ketika mereka turun dari kursi kekuasaan, mereka diberi kesempatan untuk mengucapkan kalimat yang tak pernah sekalipun mereka katakan: "Rakyat maafkan kami atas kebijkan, tindakan, dan sikap kami yang tak sesuai dengan harapanmu. Sekali lagi maafkan kami!
Salam
Dari Rakyat yang hidupnya kian susah dan melarat
Lutfi Faruki Hasyim