RAPUHNYA KEHIDUPAN SOSIAL AKIBAT CENGKERAMAN NEOLIBERALISME

Advertisemen

Imran Udo ; Ketua Umum  HMI MPO Komisariat Fakultas Perikanan Unhalu



        
Manusia pada dasarnya ingin melakukan suatu pemenuhan kebutuhan begitupun suatu Negara ingin melakukan pemenuhan suatu kebutuhan dalam pembangunan negerinya. Walhasil, Negara ini telah melangkah jauh terjun kedunia perekonomian yang sebaliknya justru berdampak pada negeri itu sendiri. Bukan hal baru lagi bahwa negara telah terjun di sistem pasar bebas dan Jika pasar mengalami kegagalan pemerintah dapat melakukan intervensi untuk memulihkan situasi. Jika pemerintah gagal menjalankan perannya sehingga perekonomian menjadi tidak efisien maka serahkan saja urusannya pada mekanisme pasar itulah asumsi dasar yang membentuk paradigma neoliberalisme.

            N
eoliberalisme itu sendiri adalah serpihan-serpihan yang dkembangkan pada konteks historis, politis dan institusi. Untuk itu, neolib biasa dikatakan sebagai revival ekonomi klasik karena sistem yang digunakan adalah dengan cara mengadvokasi pasar bebas dimana lingkup internalnya terdapat hubungan relasi antar Negara dengan sasaran utama pasar karena dapat melibatkan individu dan masyarakat sehingga dalam hal ini terjadi sebuah sistem perekonomian yang  berlandaskan kapitalisme.
Neoliberalisme merupakan modifikasi baru atau perkemabangan sistem ekonomi kapitalisme dan liberalism berbekal perkembangan teori dari kekuasaan aplikasi dinegara maju seperti World bank, IMF dan Departemen Keuangan AS dengan mempunyai kesepakatan untuk teori ini dalam suatu paket kebijakan yang dikenal dengan nama Washington consensus. Jika meninjau kembali tentang peminjaman modal di Negara-negara seperti IMF dan World bank, Maka hal ini sebagai cikal bakal terpuruknya indonesia dari kemiskinan yang melanda rakyat indonesia sebab indonesia harus mengutang kepada pendonor untuk melaksanakan proses pembangunan dengan menggadaikan sumber daya alam yang ada. Sebagai contoh PT Freeport di Papua yang kalau di kelola secara baik justru akan memberikan kontribusi yang cukup bagi pembangunan negeri tetapi justru terbalik tidak sesuai dengan kenyataan karena tidak mampu mensejahterakan rakyat. Begitu pula halnya kasus Lapindo Bratas merupakan beberapa contoh kasus yang pengelolaannya hanya menguntungkan prabadi-pribadi kaum pemodal saja.
Kapitalisme adalah sebuah sistem ekonomi yang dalam filsafat sosial dan politiknya didasarkan kepada azas pengembangan hak milik pribadi dan pemeliharaannya serta perluasan faham kebebasan. Sistem ini telah banyak melahirkan malapetaka terhadap dunia. Tetapi ia terus melakukan tekanan-tekanannya dan campur tangan politis sosial dan kultural terhadap bangsa-bangsa di dunia. Jika kita meninjau teori kelas Marx bahwa disinilah terjadi kelas sosial atas (penghasil produksi/kaum borjuis/kaum penindas) dan kelas bawah (kaum proletar/kaum tertindas). Jika terjadi hal ini, maka menurut Paulo Freire kaum penindas menjadi tidak manusiawi karena telah mendustai hakekat keberadaan dan hati nurani sendiri dengan memaksakan penindasan bagi sesama manusianya begitupun kaum tertindas menjadi tidak manusiawi karena hak-hak asasi mereka nistakan sehingga dari sinilah telah hilang nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam konteks inilah sangat jelas mengindikasikan harus adanya suatu perubahan walaupun sifatnya dilakukan secara bertahap karena segala sesuatunya harus dimulai dengan terstruktur. Maka siapakah yang harus merubah dari semua ini dan inilah pertanyaan yang paling mendasar untuk menjadi suatu bahan perbincangan tentang permasalahan in di negeri tercinta ini. Maka kita harus memulai melakukan pembenahan terhadap diri kita masing-masing dan ketika tidak mampu membenahi dirinya,  maka orang lain yang harus membenahi dirinya dengan memberikan kesadaran yang ada pada dirinya bahwa dia telah melampaui dari batas-batas kemanusiaan karena sebagaimana dasarnya kita manusia adalah sebagai mahluk sosial yang selalu berinteraksi satu sama lain ketika ada suatu kekeliriuan yang dilakukan di luar dari kesadarannya. Oleh karena itu, hakikat manusia  untuk mengenal dirinya dan lingkungan disekitarnya harus melalui proses berpikir dan praksisnya dalam hal ini ketika dia mampu memikirkan sesuatu hal yang sifat bisa dijadikan sebagai acuan dalam membentuk karakter kepribadian bangsa yaitu keadilan sosial dengan tanpa adanya kelas-kelas sosial maka praksisnya adalah hasil dari pemikiran tersebut dapat memberikan kesejahteraan pada masyarakat dalam hal ini terdapat nilai-nilai kemanusiaan sehingga sesuatu yang diberikan tersebut  dapat di rasakan dengan adil.

          
Dalam memahami suatu realita, banyak sekali berbagai persoalan baik dalam segi  budaya, perekonomian dan sosial yang selalu melibatkan masyarakat sipil dan sebagian dari mereka termarginalkan yang seharusnya hal ini harus menimbulkan suatu kesadaran dalam kebersamaan yang ada pada diri manusia dan bukan sikap individualisme yang munculkan. Meskipun demikian  ini  tidak ada kaitanya  dengan antara masyarakat dan pemerintah yang selain kepentingan umum tidak memiliki kepentingan umum, tidak memiliki keamanan yang  akan mereka penuhi  dalam perbuatan mereka , kecuali pemerintah menemukan cara untuk meyakinkan dirinya sendiri  bahwa masyarakat pantas menaruh kesetiaan kepadanya.Pada kenyataannya, sebagai manusia setiap individu memiliki kehendak pribadi yang bertentangan dengan kehendak umum yang dia miliki sebagai warga Negara. Kepentingan pribadi bisa dijalankan sendiri terpisah dari kepentingan umum . Keberadaan absolute dan kebebasan kodratinya biasa membuat dia menganggap apa yang dia berikan untuk kepentingan umum sebagai kontribusi yang tidak berdasar suatu kehilangan mendatangkan resiko kecil bagi orang lain ketimbang bayaran yang dibebankan kepada dirinya sendiri.

       
Advertisemen