Model Pembahasan DPR, Ada Apa?

Advertisemen

Sebuah perdebatan terjadi antara Anggota Komisi III DPR dan KPK, menyangkut soal anggaran Gedung Baru Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK). KPK merasa Komisi III DPR sengaja menghambat anggaran pembangunan Gedung Baru KPK, tapi sementara Komisi III DPR merasa tidak menghambat, dengan alasan bahwa itu sesuai dengan mekanisme yang ada. Namun KPK seolah-olah lebih mendapat dukungan penuh rakyat. Aksi “saweran” adalah buktinya.

Banyak orang bicara dan berpendapat tentang permasalahan rencana pembangunan gedung baru KPK.  Mulai dari Pengamat politik, mahasiswa, pedagang kaki lima, karyawan, seniman dan masih banyak lagi. Sampai-sampai membuat yang mendengar dan membaca beritanya jadi bingung tujuh keliling. Semua pihak menganggap dirinya yang paling benar, berdebat tidak karuan tanpa mencari solusi yang tepat.

KPK sebagai simbol perlawanan rakyat terhadap permasalahan korupsi seolah-olah mendapat dukungan penuh rakyat melalui aksi “saweran”. Hal ini juga tidak menguntungkan bagi DPR yang notabene dicap lembaga terkorup di Indonesia.  Pengamat hukum dari Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Oce Madril mengatakan Polemik pembangunan gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilainya sangat tidak menguntungkan DPR karena persoalan KPK masuk isu populis. Di tengah citra DPR yang semakin buruk, ditambah adanya polemik, DPR dalam posisi tidak diuntungkan, akan dinilai kontra produktif.

Saat ini saja, gedung KPK di Jalan Rasuna Said Kavling C1, Jaksel tak lagi cukup menampung 904 pegawai. Komisi antikorupsi kemudian menyebar pegawainya untuk bekerja terpisah. 111 pegawai di Gedung Uppindo sementara 93 pegawai lainnya bekerja Gedung BUMN yang dipinjamkan ke KPK.(Detik.com, 29/06/2012). Karena kondisi ini, KPK kemudian meminta anggaran untuk pembangunan gedung sejak Juni 2008. Dalam perhitungan KPK, biaya keseluruhan pembangunan gedung nilainya mencapai Rp 225,712 miliar. Namun anggaran dengan skema multiyears tak kunjung cair lantaran belum disetujui Komisi III DPR. Lalu kenapa persoalan gedung baru KPK tak kunjung selesai dibahas? Padahal usulan anggaran KPK sudah dicetuskan sejak tahun 2008 lalu. Bukankah ini sebagai sesuatu yang janggal?

Model Pembahasan DPR bermasalah

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki Kewenangan budgeting (anggaran), seharusnya bisa menyelesaikan dan membahas lebih cepat. Beberapa kalangan melansir bahwa persoalan gedung KPK tak kunjung selesai dibahas sampai saat lebih disebabkan oleh  model pembahasan DPR yang bermasalah.  Once Madril  menilai bahwa ini menunjukkan model pembahasan di DPR bermasalah, seharusnya sudah diselesaikan sejak tahun 2009. Tidak perlu meledak sekarang. Kewenangan DPR ya budgeting, harusnya bisa menyelesaikan. Katanya.

Nah sampai di sini, masing-masing orang boleh berbeda dalam menyikapinya, semua bebas merdeka mencak-mencak dan menilai siapa saja asal tidak melanggar aturan hukum yang ada. Kalaupun tidak mempedulikan hukum, ya monggo juga. Namun yang pasti, kita perlu percaya bahwa sistem ketatanegaraan kita masih baik, walau kadang diganggu dengan cara-cara yang tidak pantas oleh oknum-oknum politisi atau pemerintah. Jelas pemerintahan masih berjalan cukup baik hingga saat ini walau belum dapat memenuhi kriteria “ideal” berbagai pihak terutama rakyat.

Lalu bagaimana dengan aksi saweran? Entahlah, siapa saja boleh terlibat dalam mendukung pemberantasan korupsi dalam berbagai cara, namun cara saweran bukan sebagai satu-satunya jalan. KPK sendiri tidak semudah itu menerima dana dari masyarakat. Pertanggungjawabannya harus jelas. Apalagi nantinya jika DPR memutuskan untuk menyetujui pembangunan gedung KPK yang baru secara bertahap, lalu aksi saweran ini dikemanakan? Tentu akan menyisahkan persoalan sendiri. Itu artinya “saweran’ bukanlah cara cerdas.

Perbaikan Model Pembahasan Anggaran di DPR

Aksi penggalangan dana(saweran, red) untuk pembangunan gedung baru KPK merupakan simbol perlawanan terhadap kebijakan DPR, namun hal ini bukanlah cara yang cerdas. Sebagaimana dijelaskan pada alinea sebelumnya, beberapa pihak menilai Adanya problem dalam fungsi budgeting DPR yang terkesan bermasalah sehingga membuat anggaran yang diusulkan KPK sampai saat ini belum terselesaikan. Dan Kali ini penulis sependapat dengan pengamat hukum dari Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Oce Madril bahwa Seharusnya, masyarakat mendorong adanya “perbaikan model pembahasan anggaran di DPR”.

Sederhananya, Kalau kita tahu bahwa model pembahasan itu bermasalah, mestinya kita perlu perbaiki, jangan dibiarkan sampai berlarut-larut. Sehingga dengan demikian,  Perbaikan Model pembahasan di DPR  adalah sebuah keniscayaan. Jangan sampai termakan “bola-bola liar” lain yang dapat saja berawal dari persoalan ini, sehingga kita semua melupakan permasalahan bangsa dan negara yang sesungguhnya sangat amat penting. Dan  jika perseteruan KPK dan DPR ini berlarut-larut, boleh jadi bakal mengulang drama ‘Cicak vs Buaya’ antara KPK dan Polri.


Advertisemen